APAKAH MASIH ADA HAK MASYARKAT ADAT..!!!
4 Desa Wilayah Taman Rajo dan Kumpeh Terisolir Dari Akses Jalan Umum, Padahal Ada Potensi, Namun Keburu Jadi HGU
MUARO JAMBI, ceriapost.com - Berdasarkan peta area melalui laman aplikasi gogle maps, terdeteksi perkampungan warga Desa Rukam, Desa Manis Mato yang berada di wilayah Kecamatan Taman Rajo Kabupaten Muaro Jambi, serta Desa Londerang dan Desa Rondang yang berada di Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi, berada di wilayah seberang sungai Batanghari.
Yang mana diketahui, hingga saat ini sudah kurang lebih 26 tahun Kabupaten Muaro Jambi berdiri sendiri. Akses jalan umum lintas darat menuju 4 desa tersebut, belum tersedia, tidak tahu apa penyebabnya..!
Yang jelas potensi untuk dibangun sebuah akses jalan umum, untuk upaya meningkatkan taraf perekonomian warga 4 desa tersebut ada dan tersedia. Namun sangat disayangkan sudah menjadi HGU perusahaan.
Diketahui jika 4 desa di wilayah tersebut berdampingan langsung dengan PT WKS. Yaitu salah satu perusahaan terbesar di Provinsi Jambi pemegang izin HGU pengelolaan Hutan Produksi Tetap, yang memproduksi kayu bahan Pulp. " Bahan kayu yang diolah menjadi serat untuk membuat kertas dan produk turunan lainnya. "
Apakah Lembaga Negara dan Lembaga Adat sudah tidak lagi berfungsi dalam memperjuangkan hak masyarakat adat pada wilayah 4 desa tersebut, yang mana masih ada hak masyarakat/masyarakat adat termasuk upaya untuk memiliki akses jalan umum yang benar-benar layak tempuh berkapasitas beton dan aspal.
Fungsi hukum adat dalam kasus tidak adanya akses jalan umum pada area HGU.
Hukum Adat melindungi hak masyarakat adat dan menguatkan posisi hukum adat sebagai dasar hukum agraria nasional yang diakui negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 18B ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Hukum adat dapat digunakan untuk menuntut pemenuhan hak akses jalan berdasarkan kebiasaan dan kesepakatan masyarakat, meskipun hak HGU juga diakui.
Jika pemegang HGU menutup akses jalan, tindakan tersebut bisa dianggap perbuatan melawan hukum, dan masyarakat adat dapat mengadukan hal ini sesuai dengan norma adat dan hukum yang berlaku.
Peran Hukum Adat dalam Mengatasi Masalah Akses Jalan, Hukum adat merupakan landasan penting dalam hukum agraria nasional dan UUPA. Pasal 5 UUPA menegaskan bahwa hukum tanah nasional didasarkan pada hukum adat yang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara.
Melindungi Hak Masyarakat Adat, Hukum adat berfungsi untuk melindungi dan memperkuat posisi hukum masyarakat hukum adat, termasuk hak-hak tradisional mereka terhadap wilayah adat.
Menjadi Referensi dalam Penyelesaian Konflik, Dalam kasus tidak adanya akses jalan, hukum adat bisa menjadi dasar untuk mempertahankan hak masyarakat, mengingat hukum adat mengatur penguasaan dan penggunaan sumber daya alam, termasuk lahan.
Kewajiban Pemegang HGU Terhadap Hak Masyarakat Adat
Mempertimbangkan Hak Tradisional, Pemegang HGU yang diberikan di wilayah masyarakat adat perlu menghormati dan memenuhi hak-hak tradisional masyarakat hukum adat, yang termasuk hak untuk menggunakan jalur-jalur akses tradisional.
Mematuhi Norma dan Hukum Adat: Meskipun memiliki HGU, pemegang HGU harus mematuhi norma dan kebiasaan yang berlaku di masyarakat hukum adat setempat.
Langkah Hukum yang Bisa Diambil Masyarakat Adat dalam memanfaatkan dan menggunakan Jalan Adat, Masyarakat dapat menggunakan saluran atau jalur hukum adat untuk memperjuangkan hak mereka dalam mendapatkan akses jalan, berdasarkan kesepakatan yang telah terjalin secara turun-temurun.
Mengadukan ke Pihak yang Berwenang, Jika pemegang HGU dengan sengaja menghalangi akses jalan, tindakan ini dapat dianggap sebagai perbuatan melawan hukum yang berimplikasi pada proses hukum, sesuai dengan Pasal 1365 KUH Perdata. Masyarakat dapat melaporkan kejadian tersebut kepada badan pertanahan nasional, pemerintah daerah, atau lembaga hukum lainnya yang menangani sengketa agraria.
Berdasarkan pasal 28 PP No 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah,Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah terdapat larangan bagi pemegang Izin HGU, sebagaimana pada poin (b) mengurung atau menutup pekarangan atau bidang Tanah lain dari lalu lintas umum, akses publik, dan/atau jalan air.
Dan dikuatkan oleh Pasal 31 tentang penghapusan HGU, (b) dibatalkan haknya oleh Menteri sebelum jangka waktunya berakhir karena, tidak terpenuhinya ketentuan kewajiban dan/atau larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan/atau Pasal 28.
Jadi ada hak dan kekuatan Pemerintah sesuai landasan hukum tersebut, dalam upaya memperjuangkan hak masyarakat adat dan masyarakat umum, sebagai bentuk menghormati hak azasi manusia sebagai dasar memperjuangkan akses jalan yang layak, sebagai bentuk peningkatan dan kemajuan suatu pembangunan. (***)